Sabtu, 08 Maret 2014

Perjalanan Menuju Kampus Peradaban





Setitik embun pagi membasahi bunga-bunga didepan rumahku. Suara ayam bersahut-sahutan yang tak mau kalah. Cahaya bulat putih siap-siap berganti dengan warna kuning yang cerah. Dimana aku telah menata segala sesuatu yang akan kubawa untuk perjalananku nanti. Perjalanan jauh yang akan membawaku kesebuah dunia baru. Ya “kampus peradaban” sebuah nama dengan syiar 1001 malam yaitu Assyifa Boarding School. Ditempat yang berbeda, ibu sedang asyik dengan masakannya.
              Disela-sela persiapan itu, aku terdiam sejenak dan melihat kaca yang ada di hadapanku. Hati ini bergumam begitu puas “hari ini untuk pertama kalinya aku meninggalkan kota kelahiranku, kota khatulistiwa yang selalu terik akan sinar kuning yang menyinari seluruh kota. Ini adalah sesuatu yang baru untuk hidupku, berpisah dengan sanak keluarga demi menyongsong masa depan. Dan aku ingin perjalanan ini merupakan perjalanan yang penuh hikmah dan penuh semangat.”
Tiba-tiba lamunanku pecah karena ada suara yang memanggil namaku. Aku tersadar dan menyahut panggilan lembut itu. Dan ternyata ibu memanggilku untuk makan dan menyuruh untuk memasukkan semua barang yang sudah siap kedalam bagasi mobil. Akupun bergegas dan membawa barang-barang itu.
Rasanya tak sanggup tangan ini membawa semua barang itu. Begitu banyak yang harus kubawa untuk dipulau rantaun sana. Karena aku tak tahu bagaimana keadaan disana. Hidup di pulau yang belum dikenal mungkin akan cukup sulit dibanding dengan kota sendiri, begitulah yang saat itu aku pikirkan.
Tak lama kemudian aku telah sampai dibandara kota rantaun, ditemani ibu yang selalu penuh semangat. Rasa percaya dan bercampur aduk menjadi satu seperti hal es cendol, “aku sudah jauh dari kota kelahiranku. Tugu khatulistiwa dan luasnya sungai kapuas sudah berganti dengan tingginya monas dan padatnya kota. Ya..sekarang aku sudah ada di Ibu Kota yang penuh keramaian dan macetnya kendaraan. Asap dimana-mana membuat dada ini sesak.”
Tapi perjalanan itu belumlah selesai. Aku harus menempuh 4 jam lagi untuk sampai dikota tempat aku menimba ilmu nantinya. Bersama ibu aku bergotong membawa barang yang cukup memakan energi itu. Melirik bus besar yang akan menampung kami dan barang-barang yang telah kami bawa. Hingga akhirnya ada bus yang siap menampung kami. Segera kami masuk dan duduk dengan tenang. Mengatur kembali nafas yang sudah terkuras begitu banyak. Terlihat wajah ibu begitu lelah, dengan keringat yang membasahi wajah. Sebagai anak, aku tidak tega melihatnya. Ibu selalu membantuku dalam semua hal. Tak ingin mengecewakannya, dan tak ingin membuatnya meneteskan air mata.
Aku menatap ibu yang sedang tertidur pulas, dan berharap dalam hati, “ibu, doakan anakmu ini yang memutuskan untuk menimba ilmu di pulau orang. Sungguh diri ini tak bermaksud untuk meninggalkanmu, tapi ini adalah keputusan yang sudah kuambil dan harus kupertanggung jawabkan nantinya. Doakan anakmu ini menjadi anak yang sukses baik dunia maupun akhirat, yang bisa bermanfaat untuk ummat banyak dan menggapai cita-cita yang diinginkan. Dan doakan juga anakmu ini agar selalu istiqomah di jalan-Nya.”
Kelopak mata tak sanggup menahan beratnya air mata yang ingin menetes. Air mata yang penuh harapan dan tujuan, air mata yang penuh semangat dan harunya akan kenikmatan, dan air mata yang selalu ingat akan kebesaran illahi.
Tiba-tiba ibu tersadar dan aku langsung mengusap air mata yang barusan membasahi wajah yang penuh keringat. Aku langsung memalingkan wajah ini kearah jendela, karena khawatir ibu akan bertanya-tanya tentang wajah ini yang tidak seperti biasanya. Mengintip keadaan diluar sana, sungguh betapa bedanya dengan kota kelahiranku. Gedung-gedung yang tinggi, pinggiran kota yang dipenuhi rumah, sungai-sungai yang begitu memprihatinkan dan udara yang penuh dengan polusi. Beginikah keadaan Indonesia saat ini??
Tak terasa waktu begitu cepat, akupun tak menyadari bahwa tempat yang kutuju sudah semakin dekat dan hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai.
Yah..dan hingga akhirnya aku sudah sampai ditempat tujuan. Aku dan ibu turun dari bus besar itu dan langsung melangkah dengan pasti.



By  : SyifaKawaii


0 komentar:

Posting Komentar