Setitik embun
pagi membasahi bunga-bunga didepan rumahku. Suara ayam bersahut-sahutan yang
tak mau kalah. Cahaya bulat putih siap-siap berganti dengan warna kuning yang
cerah. Dimana aku telah menata segala sesuatu yang akan kubawa untuk
perjalananku nanti. Perjalanan jauh yang akan membawaku kesebuah dunia baru. Ya
“kampus peradaban” sebuah nama dengan syiar 1001 malam yaitu Assyifa Boarding
School. Ditempat yang berbeda, ibu sedang asyik dengan masakannya.
Disela-sela
persiapan itu, aku terdiam sejenak dan melihat kaca yang ada di hadapanku. Hati
ini bergumam begitu puas “hari ini untuk pertama kalinya aku meninggalkan kota
kelahiranku, kota khatulistiwa yang selalu terik akan sinar kuning yang
menyinari seluruh kota. Ini adalah sesuatu yang baru untuk hidupku, berpisah
dengan sanak keluarga demi menyongsong masa depan. Dan aku ingin perjalanan ini
merupakan perjalanan yang penuh hikmah dan penuh semangat.”
Tiba-tiba
lamunanku pecah karena ada suara yang memanggil namaku. Aku tersadar dan
menyahut panggilan lembut itu. Dan ternyata ibu memanggilku untuk makan dan menyuruh
untuk memasukkan semua barang yang sudah siap kedalam bagasi mobil. Akupun
bergegas dan membawa barang-barang itu.
Rasanya tak sanggup tangan ini membawa
semua barang itu. Begitu banyak yang harus kubawa untuk dipulau rantaun sana. Karena
aku tak tahu bagaimana keadaan disana. Hidup di pulau yang belum dikenal
mungkin akan cukup sulit dibanding dengan kota sendiri, begitulah yang saat itu
aku pikirkan.
Tak lama
kemudian aku telah sampai dibandara kota rantaun, ditemani ibu yang selalu
penuh semangat. Rasa percaya dan bercampur aduk menjadi satu seperti hal es
cendol, “aku sudah jauh dari kota kelahiranku. Tugu khatulistiwa dan luasnya
sungai kapuas sudah berganti dengan tingginya monas dan padatnya kota.
Ya..sekarang aku sudah ada di Ibu Kota yang penuh keramaian dan macetnya kendaraan.
Asap dimana-mana membuat dada ini sesak.”
Tapi perjalanan itu belumlah selesai.
Aku harus menempuh 4 jam lagi untuk sampai dikota tempat aku menimba ilmu
nantinya. Bersama ibu aku bergotong membawa barang yang cukup memakan energi
itu. Melirik bus besar yang akan menampung kami dan barang-barang yang telah
kami bawa. Hingga akhirnya ada bus yang siap menampung kami. Segera kami masuk
dan duduk dengan tenang. Mengatur kembali nafas yang sudah terkuras begitu
banyak. Terlihat wajah ibu begitu lelah, dengan keringat yang membasahi wajah.
Sebagai anak, aku tidak tega melihatnya. Ibu selalu membantuku dalam semua hal.
Tak ingin mengecewakannya, dan tak ingin membuatnya meneteskan air mata.
Aku menatap ibu yang sedang tertidur
pulas, dan berharap dalam hati, “ibu, doakan anakmu ini yang memutuskan untuk menimba
ilmu di pulau orang. Sungguh diri ini tak bermaksud untuk meninggalkanmu, tapi
ini adalah keputusan yang sudah kuambil dan harus kupertanggung jawabkan
nantinya. Doakan anakmu ini menjadi anak yang sukses baik dunia maupun akhirat,
yang bisa bermanfaat untuk ummat banyak dan menggapai cita-cita yang
diinginkan. Dan doakan juga anakmu ini agar selalu istiqomah di jalan-Nya.”
Kelopak mata tak sanggup menahan
beratnya air mata yang ingin menetes. Air mata yang penuh harapan dan tujuan,
air mata yang penuh semangat dan harunya akan kenikmatan, dan air mata yang
selalu ingat akan kebesaran illahi.
Tiba-tiba ibu tersadar dan aku
langsung mengusap air mata yang barusan membasahi wajah yang penuh keringat.
Aku langsung memalingkan wajah ini kearah jendela, karena khawatir ibu akan
bertanya-tanya tentang wajah ini yang tidak seperti biasanya. Mengintip keadaan
diluar sana, sungguh betapa bedanya dengan kota kelahiranku. Gedung-gedung yang
tinggi, pinggiran kota yang dipenuhi rumah, sungai-sungai yang begitu
memprihatinkan dan udara yang penuh dengan polusi. Beginikah keadaan Indonesia
saat ini??
Tak terasa
waktu begitu cepat, akupun tak menyadari bahwa tempat yang kutuju sudah semakin
dekat dan hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai.
Yah..dan hingga akhirnya aku sudah
sampai ditempat tujuan. Aku dan ibu turun dari bus besar itu dan langsung
melangkah dengan pasti.
By : SyifaKawaii
0 komentar:
Posting Komentar